Cara Membangun Portfolio Data Science untuk Melamar Kerja

Belajar Data Science di Rumah 17-September-2025
https://dqlab.id/files/dqlab/cache/a34bb26a89c55ae28270def7fe030615_x_Thumbnail800.jpeg

Banyak orang sudah belajar data science berbulan-bulan, tapi masih bingung ketika melamar kerja: “Portfolio aku harusnya kayak gimana, sih?” Nah, disinilah kuncinya. Cara membangun portfolio data science untuk melamar kerja bukan sekadar numpuk kode di GitHub. Portfolio adalah “etalase skill” yang akan dilihat langsung oleh recruiter sebelum mereka memutuskan mau interview kamu atau tidak.

Faktanya, perusahaan lebih percaya pada bukti nyata daripada sekadar klaim di CV. Jadi, portfolio yang menarik, rapi, dan relevan bisa jadi senjata pamungkas kamu untuk menembus persaingan. Kabar baiknya, portfolio itu bisa dibangun step by step, bahkan mulai dari nol, apalagi kalau kamu ikut program seperti Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner DQLab yang memang dirancang buat pemula.

1. Pilih Proyek dengan Topik yang Relevan

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah relevansi. Portfolio sebaiknya tidak hanya berisi proyek random, tetapi proyek yang bisa mencerminkan tantangan di dunia industri. Misalnya:

  • E-commerce: analisis pola pembelian pelanggan atau prediksi produk yang paling laku.

  • Finance: deteksi transaksi fraud atau analisis risiko kredit.

  • Healthcare: klasifikasi gambar medis atau prediksi pasien rawat inap.

Dengan topik seperti ini, recruiter bisa langsung membayangkan kontribusimu pada bisnis mereka. Jangan lupa, mulai dari dataset sederhana dulu. Bahkan dataset publik di Kaggle atau Google Dataset Search sudah cukup untuk membangun project yang kuat kalau kamu bisa mengemasnya dengan baik.


Baca juga: 4 Contoh Portfolio Data Scientist yang Luar Biasa


2. Tampilkan Proses, Bukan Hanya Hasil Akhir

Banyak pemula hanya menampilkan final output seperti grafik atau model machine learning. Padahal, yang ingin dilihat recruiter adalah cara berpikir kamu. Apakah kamu tahu bagaimana cara membersihkan data kotor? Bagaimana kamu menangani missing values? Apakah kamu bisa menjelaskan alasan memilih model tertentu?

Contoh: jika kamu membuat project prediksi harga rumah, jangan cuma tampilkan skor akurasi. Tunjukkan pula tahapan EDA (Exploratory Data Analysis), proses feature engineering, alasan memilih regresi linear atau random forest, serta insight yang diperoleh. Dokumentasi ini akan membuat portfolio terasa lebih hidup dan menunjukkan kedalaman pemahamanmu.

3. Gunakan Platform Publik dan Dokumentasi yang Menarik

Portfolio yang hanya disimpan di laptop tidak ada gunanya. Kamu perlu menampilkannya di tempat yang bisa diakses recruiter. Beberapa platform yang wajib dipertimbangkan:

  • GitHub: tempat standar untuk menyimpan kode. Pastikan repo tertata rapi dengan README yang jelas.

  • Kaggle: selain untuk kompetisi, Kaggle bisa jadi showcase notebook yang sudah dipublikasikan.

  • Medium/LinkedIn: tulis artikel yang menceritakan proyekmu dengan bahasa yang mudah dipahami.

Tips tambahan: tambahkan visualisasi yang menarik (misalnya grafik interaktif dengan Plotly atau dashboard sederhana dengan Streamlit). Hal ini akan membuat proyekmu lebih engaging dan lebih mudah dipahami non-teknis, termasuk HR.

4. Sertakan Proyek Machine Learning yang Sederhana tapi Menarik

Portfolio data science akan lebih kuat jika tidak hanya berisi eksplorasi data, tetapi juga implementasi machine learning. Tidak harus rumit—cukup model sederhana yang aplikatif. Misalnya:

  • Classification: prediksi churn pelanggan berdasarkan perilaku transaksi.

  • Recommendation: sistem rekomendasi produk berdasarkan riwayat belanja.

  • Prediction: prediksi permintaan barang untuk perencanaan stok.

Di Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner DQLab, kamu bisa langsung praktek membangun model-model seperti ini. Proyek hasil bootcamp bisa langsung kamu masukkan ke portfolio sehingga recruiter melihat bukti bahwa kamu hands-on dengan machine learning.

5. Jaga Konsistensi dan Perbarui Portfolio Secara Berkala

Portfolio bukanlah sesuatu yang selesai sekali lalu dibiarkan begitu saja. Dunia data science bergerak cepat, dan portfolio kamu harus mengikuti. Idealnya, kamu memperbarui portfolio setiap 3–6 bulan dengan:

  • Menambahkan proyek baru sesuai tren (misalnya generative AI, NLP, atau analisis big data).

  • Memperbaiki dokumentasi proyek lama agar lebih mudah dibaca.

  • Menyusun highlight yang menunjukkan progres kemampuanmu dari waktu ke waktu.

Konsistensi ini menunjukkan bahwa kamu punya growth mindset dan selalu belajar hal baru. Bagi recruiter, ini sinyal bahwa kamu bukan hanya “siap kerja” tetapi juga “siap berkembang”.


Baca juga: Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner


Membangun portfolio data science untuk melamar kerja memang butuh strategi. Mulai dari memilih proyek yang relevan, mendokumentasikan alur berpikir dengan jelas, menggunakan platform publik, menambahkan proyek machine learning, hingga menjaga konsistensi update. Semua langkah ini akan membantu portfolio kamu terlihat profesional dan membuat recruiter lebih yakin dengan kemampuanmu.

Kalau masih bingung mulai dari mana, jangan khawatir. Ikuti Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner DQLab. Dengan materi terstruktur, proyek nyata, dan bimbingan praktis, kamu bisa membangun portfolio step by step sampai siap dipamerkan ke recruiter. Yuk, sign up sekarang dan buat portfolio yang benar-benar bikin kamu stand out di dunia kerja data science!

Postingan Terkait

Mulai Karier
sebagai Praktisi
Data Bersama
DQLab

Daftar sekarang dan ambil langkah
pertamamu untuk mengenal
Data Science.

Buat Akun


Atau

Sudah punya akun? Login